Search
Close this search box.

[Opini] CAPRES dan Program Gratis

Oleh: Hartoyo*

Aku kurang setuju soal program GRATIS. Menurutku sama sekali tidak mendidik, malah membodohi rakyat ketika para calon penguasa menjual program “Gratis” saat kampanye. Padahal yang harus dipikirkan bagaimana setiap warga bisa berkarya sehingga bisa mandiri minimal untuk dirinya sendiri. Mampu mencukupi kebutuhan sandang pangannya, kebutuhan perlindungan sosialnya, sampai urusan jaminan hari tuanya. Bagi yang punya tanggungan anak, bisa mencukupi kualitas pendidikan anaknya.

Sebenarnya, mana ada program yang benar-benar GRATIS. Semua program pemerintah dibiayai oleh uang rakyat melalui anggaran didanai APBN/APBD. Itu semua uang rakyat. Kalau istilahnya ada yang Gratis, terus siapa yang bayar? Duit APBN/D itu kan duit rakyat? Artinya, program yang disebut gratis sebenarnya rakyat yang bayar, melalui anggaran APBN/D.

Pertanyaannya, mau pakai alokasi dari mana dana APBN/D untuk kasih makan rakyatnya?

Ambil contoh kasus advokasi Jamsos BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja komunitas transgender. Masalah dasar komunitas transgender, hidupnya miskin dan bekerja di sektor informal, yang sangat rawan sekali situasinya, sebagai pemulung dan pengamen.

Akhirnya mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, maka untuk melindungi mereka perlu dibantu untuk membayar iuran BPJS Kesehatan dan TK oleh warga lainnya yang lebih sejahtera. Artinya ada masalah pekerjaan dan pendapatan yang sangat rendah membuat transgender jadi miskin.

Solusinya, pemerintah semestinya menciptakan peluang pekerjaan lebih banyak, gaji yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, juga dengan dukungan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya

Dengan SDM berkualitas, setiap warga akan mandiri. Dampaknya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan pastinya mampu membayar pajak juga pada negara. Logika ini berlaku bagi warga manapun.

Saya yakin, orang lebih memilih dapat pekerjaan dengan gaji besar untuk bisa mandiri, daripada harus antre panjang, menunggu sembako dari program pemerintah karena dimasukkan sebagai warga miskin. Setiap orang pasti akan memilih jadi sejahtera dari hasil kerjanya sendiri daripada jadi warga yang menunggu “belas kasihan” orang lain atau pihak lain untuk dapat sembako.

Bukannya itu esensi dari tugas pemerintah pada rakyatnya untuk menyejahterakan?

Ngapain jualan program gratis ini gratis itu (padahal tak ada yang benar-benar gratis), kalau ujung-ujungnya cuma untuk menutupi ketidakmampuan penguasa meningkatkan kualitas hidup warga negaranya?

 

*Penulis adalah Koordinator advokasi hak Adminduk dan Jamsos bagi Kelompok Transgender di Indonesia. Penulis dapat dihubungi melalui WhatsApp 087738849584.