Oleh: Dr. Wisnu Adihartono*
SuaraKita.org – Untuk memahami keluarga dan kedudukan anak di Indonesia, harus dipahami bahwa tulisan ini tidak membahas keluarga dalam prisma kontemporer karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengacu pada prinsip keluarga tradisional. Sebagaimana diketahui bahwa pengertian keluarga dalam kajian sosiologi sangatlah luas, bahkan kompleks. Hareven (1988) menyebut keluarga sebagai salah satu institusi sosial yang paling kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh proses biologis, dinamika psikologis, nilai budaya, kondisi pasar, perubahan demografis, institusi kapitalisme industri, dan perubahan sejarah jangka panjang. Keluarga juga bukan unit yang statis dan homogen; melainkan organisasi kompleks dengan konfigurasi usia dan jenis kelamin yang berbeda. Keluarga berisi suami dan istri, orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, kakek-nenek dan cucu, dan berbagai kerabat lainnya yang terikat satu sama lain oleh ikatan darah serta oleh berbagai ikatan sosial, emosional, dan moral. Dengan munculnya wacana pengasuhan sesama jenis, konsep dan definisi keluarga juga berubah. Menurut Segalen (2006) institusi keluarga telah berubah terutama sejak tahun 1960-an. Segalen merujuk bahwa perubahan utama dalam institusi keluarga sejak tahun 1960-an mengingatkan kita tentang jatuhnya pernikahan, meningkatnya perceraian dan keluarga tiri. Tetapi Murdoch (1949) secara garis besar mendefinisikan keluarga sebagai suatu kelompok sosial yang anggota-anggotanya terikat oleh garis keturunan, perkawinan atau adopsi, hidup bersama dan bekerja sama secara ekonomi. Definisi ini diperkuat oleh Brinkerhoff, Ortega, White dan Weitz (2011) dalam bukunya Essentials of Sociology yang mengacu pada keluarga sebagai sekelompok orang yang terkait oleh darah, adopsi, pernikahan atau komitmen kuasi-nikah.
Tulisan ini akan melihat bagaimana anak laki-laki diperlakukan oleh keluarganya dalam konteks Indonesia dan juga bagaimana nilai-nilai patriarki dapat masuk ke dalam proses pembentukannya. Oleh karena itu, pada bagian pendahuluan penulis secara singkat memperkenalkan bagaimana bentuk keluarga di Indonesia terbentuk. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari 2021 hingga Maret 2021 dan hanya mengambil enam responden yang merupakan anak laki-laki berusia antara delapan hingga sepuluh tahun. Kebetulan orang tua mereka adalah sahabat penulis, dengan demikian penulis bebas bertanya dengan didampingi oleh orang tua masing-masing. Untuk melakukan wawancara tersebut, penulis mengikuti kemana mereka pergi, seperti ke pusat perbelanjaan, restoran atau kedai kopi. Kegiatan tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena terkadang orang tua memaksa anaknya untuk membeli mainan yang sangat khusus untuk anak laki-laki seperti mobil dan pistol. Di lain waktu, penulis juga sering mendengarkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat yang disampaikan oleh orang tua kepada anak laki-lakinya dan hal ini menimbulkan kesadaran langsung maupun tidak langsung pada anak laki-lakinya.
Hasil penelitian ini diberikan dalam bentuk narasi atau cerita dari responded yang kemudian ditambah dengan narasi dari orang tua sebagai penguat dari apa yang diceritakan responden. Ada sebagian dari mereka yang merasa saat bermain tidak ingin diganggu oleh penulis, sehingga penulis harus menunggu mood anak dengan melakukan kontak dengan orang tuanya terlebih dahulu. Namun, ada juga yang sangat suka bercerita sehingga penulis merasa terbantu dengan hal itu. Membawa anak untuk melakukan wawancara akademik bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan ‘kekuatan ekstra’ untuk melakukan pendekatan, oleh karena itu peran orang tua sangat penting untuk mengetahui bagaimana keadaan anak mereka.
Paper akademis ini telah dipresentasikan pada acara Western Australia Indonesia Forum (WAIF) tanggal 2 November 2021.
Tulisan lengkap dapat diunduh pada tautan berikut:
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2021/11/Boys-Please-Dont-Cry-Mendefinisikan-Anak-Laki-Laki-dari-Perspektif-Indonesia.pdf”]
*Dr. Wisnu Adihartono, Sociologist, Center Norbert Elias (CNE) UMR 8562, Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS)
E-mail: wisnuadi.reksodirdjo@gmail.com