Search
Close this search box.

[KISAH] Orkes Suketi

Oleh : Teguh Iman Affandi

Suarakita.org – Sejak kecil, menyanyi dan menari adalah kegemaran Susi (bukan nama sebenarnya – red).  Susi adalah seorang waria asal Tangerang berusia  30 puluh tahun yang kini memiliki orkes dangdut sendiri. Dia  mengaku bahwa dulu ketika masih menjalani prosesi mengamen, alasan dia menggunakan musik karoke adalah agar dia bisa ikut bernyanyi.

Orkes dangdut adalah hiburan yang umum di pesta pernikahan di tempat tinggal Susi.  Ketika dia melihat pertunjukan dangdut, Susi penasaran ingin bergabung. Dia pun mencari nomor kontak orkes dangdut. Bertemulah dia dengan nomor pimpinan orkes dangdut ADV. “Umi aku ikut nyanyi juga dong, enggak dibayar juga enggak apa” kata Susi pada pimpinan.  Betapa senangnya dia ketika dia dibolehkan bergabung dengan ADV.

Tiap pertunjukkan orkes ADV, Susi harus siap dari jam 10 pagi hingga 10 malam, untuk menyanyi.  Selama dua belas jam itu, Susi mendapat bayaran sebesar  limapuluh ribu rupiah per malam. Karena menyanyi dan menari adalah hobinya, Susi tidak memusingkan bayaran yang dia dapat. Malah dia senang ternyata suaranya dibayar. “Wow, suaraku dibayar lho,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, Susi makin dikenal di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Dia pun sudah mempunyai  tarif sendiri untuk sekali tampil. Hingga sekarang dia memiliki orkes dangdutnya sendiri. Orkes dangdut miliknya, dia beri nama Suketi.  Pemberian nama itu dia lakukan spontan. Nama itu berasal dari kemampuan Susi yang dalam menyanyi selalu melengking bagai kuntilanak sedang tertawa. Oleh sebab itu, dia pun dikenal sebagai Susi Suketi.

Dalam Orkes Dangdut Suketi, Susi menerapkan prinsip inklusivitas. Penyanyi dalam orkesnya tidak hanya berasal dari kelompok waria saja, tetapi juga ada perempuan dan lelaki. Walaupun begitu, tampilnya penyanyi tergantung dari permintaan konsumen, “Kadang tuan rumah minta penyanyinya campur, kadang juga minta penyanyinya waria semua.” ungkap Susi.

Menurut Susi, alasan mengapa masyarakat senang dengan penyanyi waria karena waria itu pandai menghibur. “Kalau penyanyi biasa dibayar 500 ribu, tuan rumah hanya dapat penyanyi aja, tetapi kalau penyanyi waria dibayar 500 ribu, biasanya waria tidak cuma nyanyi, tetapi nge-MC dan ngelawak.” ungkap Susi.  Dalam sebulan, rata-rata orkes milik Susi bisa mendapatkan omset paling sedikit empat juta rupiah.

Meskipun begitu, bukan berarti orkes milik Susi tidak mendapatkan tantangan. Pernah ketika Orkes Suketi sedang tampil, acara mereka dibubarkan oleh Ketua RT setempat. Dengan alasan, para waria itu menganggu.  Saat itu, Susi lebih memilih mengalah.

Susi menyayangkan kejadian tersebut, karena yang rugi bukan hanya para waria.  Tim orkes yang terdiri dari para pemain musik yang hetero dan punya anak-istri juga rugi. Ketika mereka tidak tampil, mereka tidak dapat uang yang akan mereka berikan ke anak-istri mereka. Tuan rumah juga rugi, karena dia sudah membayar uang muka.

Susi berharap di masa yang akan datang, pencekalan terhadap penyanyi waria tidak terjadi lagi. Susi juga berharap agar Orkes Suketi makin eksis, sehingga dia bisa memberi peluang bagi rekan-rekan waria yang punya bakat menari dan menyanyi agar dapat mengembangkan bakat tersebut.