Search
Close this search box.

4ADF0CA8-2D50-44B7-BB40-CC1AF4842BB3_mw1024_s_nSuaraKita.org – Sekelompok ulama di Pakistan mendeklarasikan bahwa transgender memiliki hak untuk melakukan pernikahan, hak waris dan hak untuk dimakamkan sesuai dengan hukum Islam.

Fatwa tersebut menyatakan transgender yang terlahir perempuan akan tetapi memiliki “tanda-tanda yang terlihat dari lelaki” dapat menikahi wanita atau transgender yang terlahir lelaki akan tetapi memiliki “tanda-tanda yang terlihat dari perempuan” dan begitu juga sebaliknya. Namun, peraturan ini tidak berlaku bagi transgender yang memiliki “tanda-tanda dari kedua jenis kelamin”  atau yang disebut intersex. Mereka tidak dapat menikahi siapapun.

Saat ini tidak mungkin bagi transgender untuk menikah di Pakistan, di mana pernikahan gay tetap dihukum penjara seumur hidup, dan tidak ada “gender ketiga” diakui pada kartu identitas resmi. Fatwa baru tersebut juga menyatakan segala tindakan yang dimaksudkan untuk mempermalukan, menghina atau menggoda transgender tersebut adalah haram, dan transgender dilarang untuk dicabut haknya dalam warisan keluarga serta hak untuk dimakamkan sesuai dengan tata cata Islam.

Muhammad Zia Ul Haq Naqshbandi, pimpinan dari  Tanzim Ittihadi Ummat, sebuah organisasi Islam yang berpusat di lahore mengatakan bahwa orang tua yang menzalimi anaka-anak transgender mereka sama dengan mengundang murka

Tanzim Ittihadi Ummat, bukan organisasi politik, dan fatwa tersebut tidak mengikat secara hukum. Namun kelompok ini memiliki pengaruh kuat berkat puluhan ribu pengikutnya di seluruh Pakistan

Pernyataan tersebut dirayakan sebagai sebuah berita bagus di momen langka untuk para transgender pakistan yang terpinggirkan dan kerap menerima penyerangan fisik. Bulan lalu, penembakan seorang transgender di rumahnya memicu proites dari seluruh negeri. Aktivis transgender lainnya juga ditembak dan akhirnya meninggal dunia  karena tidak mendapatkan perawatan medis akibat ditolak karena identitas gendernya.

Aktivis mengklaim bahwa kaum transgender tidak menerima perlindungan yang memadai dari pihak berwenang di Pakistan karena status tabu mereka. Mereka menyambut fatwa dan meminta pemerintah Pakistan untuk menyusun keputusan tersebut dengan undang-undang yang mengikat.

“Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah bahwa ulama telah mengangkat suara mereka dalam mendukung hak-hak kaum transgender,” kata Qamar Naseem, seorang aktivis komunitas transgender. “Tapi kita harus melangkah lebih jauh untuk membela hak  transgender dan negara perlu untuk mengesahkan undang-undang tersebut bagi mereka”.

Parveen, aktivis transgender lain, juga menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan pilihan transgender, bersama dengan laki-laki dan perempuan, pada kartu identitas nasional resmi Pakistan.

“Saya ingin menikah dengan transgender laki-laki, tetapi untuk mendaftarkan pernikahan saya membutuhkan kartu identitas nasional dengan menyebutkan jenis kelamin saya, akan tetapi itu tidak tersedia,” katanya. “Saya diusir oleh keluarga waktu kecil. Sekarang pihak  berwenang meminta nomor kartu pengenal ayah saya untuk KTP saya, tapi keluarga saya menolak memberikan,  bahkan mereka tidak mau melihat wajah saya.” (Radi Arya Wangsareja)

Sumber

Telegraph UK