Search
Close this search box.
Raffi Freedman-Gurspan (Sumber : http://si.wsj.net/public/resources/images/BN-JX117_Raffi_G_20150818114939.jpg)
Raffi Freedman-Gurspan
(Sumber : http://si.wsj.net/public/resources/images/BN-JX117_Raffi_G_20150818114939.jpg)

Suarakita.org– Presiden Amerika Serikat, Barack Obama untuk pertama kali menunjuk seorang transgender (waria) sebagai bagian dari tim di Gedung Putih, Selasa 18 Agustus 2015.

Seperti yang diberitakan oleh CNN bahwa seorang transgender, Raffi Freedman-Gurspan diangkat sebagai direktur penerimaan staff di kantor Gedung Putih, Amerika Serikat. Sebelumnya Raffi merupakan mantan penasehat kebijakan untuk kesetaraan transgender di Pusat Kebijakan Nasional.

Upaya yang dilakukan Obama mendapatkan sambutan positif dari masyarakat karena upaya menegakkan keadilan bagi setiap warga negara. Seperti yang diungkapkan oleh Wade Henderson, pemimpin The Leadership Conference untuk perjuangan hak sipil dan hak asasi manusia di Amerika, “Ini tindakan yang sangat maju bagi penegakan hak komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)”.

Menurut Wade yang ditulis oleh time.com, bahwa tidak akan mungkin kita bisa duduk di kursi kekuasaan jika tidak masuk dalam lingkaran kekuasaan itu, “if you’re not in the room, then you can’t possibly be at the table”.

Di pemerintahan Presiden Obama, penghapusan diskriminasi pada kelompok LGBT memang terus digalakan sebagai salah satu program pemerintah Amerika. Misalnya pada akhir Juni 2015 telah disahkan undang-undang perkawinan sejenis diseluruh negara bagian Amerika.

Pada bulan Juli 2015, Obama telah menandatangani sebuah kebijakan “internal” yang melarang siapapun untuk melakukan diskriminasi terhadap individu transgender yang bekerja di proyek atau program pemerintah Amerika.

Selain itu dalam pidato kenegaraan, Presiden Obama di bulan Januari 2015 untuk pertama kalinya menggunakan istilah “transgender”. Ini artinya Obama mengakui identitas transgender sebagai bagian dari warga Negara Amerika. Obama juga melarang keras tindakan ‘therapy’ atau ‘pengobatan’ bagi kelompok LGBT, karena LGBT bukanlah penyakit.

Semoga apa yang dilakukan oleh Obama sebagai Presiden Amerika dapat menjadi inspirasi bagi Presiden Indonesia, Joko Widodo, berani dan tegas menegakan konstitusi (UUD 45) dengan menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan peminggiran terhadap setiap warga Negara, termasuk kelompok LGBT di Indonesia. (Hartoyo)

 

Sumber : CNN dan Time