Search
Close this search box.

Mengurai Stigma Atas Tubuh

Suarakita.org- Hari itu, Jumat 13 Februari 2015, Auditorium Gedung X FIB penuh dengan peserta seminar yang sudah tidak sabar untuk mengikuti seminar Kebebasan dan Seksualitas yang diadakan oleh UI Liberalism and Democracy Study Club (UILDSC) dan Support Group and Resource Center on Sexuality Studies, Universitas Indonesia (SGRC UI). Antrian registrasi begitu panjang dan memenuhi tangga. 100 buku untuk 100 pendatang pertama yang dibagikan oleh panitia seminar pun habis dalam sekejap.

Seminar yang berjudul Who Owns Your Body? Mengurai Stigma Atas Tubuh mengundang Rocky Gerung dan Zoya Amirin sebagai pembicara.Seminar dibuka pertama-tama dengan kata sambutan dari chairperson SGRC UI, Ferena Debineva dan opening statement dari moderator. Selanjutnya, Rocky Gerung melanjutkan dengan pemaparan mengenai kebebasan.

Rocky Gerung memulai dengan menunjuk bahwa masalah utama dalam masyarakat Indonesia adalah seks yang sangat di kaitkan dengan nilai nilai moral. Semua hal dikekang atas nama agama, moralitas, sopan santun, dan sebagainya. Hal ini menurutnya tidak masuk akal dan kontra-produktif, dan menutup adanya wacana seksualitas di Indonesia.

Tubuh kita dikontrol dari luar oleh sebuah kekuatan eksternal, bukan atas keinginan individu tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa tubuh (terutama tubuh perempuan) adalah suatu hal yang sosial, komunal (seakan bukan milik kita sendiri). Saat seseorang lahir dari rahim perempuan, mereka kemudian berpindah kepada rahim laki-laki. Atau dengan kata lain, realita (yang patriarkis) di mana manusia dihakimi oleh moralitas komunal/publik.

Zoya Amirin (kiri) dan Rocky Gerung (kanan); Narasumber Diskusi (Foto : Yatna/Suara kita)
Zoya Amirin (kiri) dan Rocky Gerung (kanan); Narasumber Diskusi
(Foto : Yatna/Suara kita)

Rocky Gerung memberikan contoh bagaimana masyarakat seakan begitu terobsesi dengan keperawanan seorang perempuan dan isu vaginoplasty. Manusia seolah kehilangan otonomi yang ia miliki, karena kontrol ketat yang dipegang oleh masyarakat. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kita kini kekurangan ruang publik yang liberal. Defisit itu kemudian menyebabkan seseorang yang mencari ruang aman untuk membuat kelompok-kelompok kecil yang eksklusif – yang seperti itu hanyalah sekadar toilet liberalism. Liberalisme yang hanya terbatas pada suatu ruang yang teramat kecil saja, yang ketika individu berada diluar toilet tersebut, mereka mendapatkan stigma dari masyarakat. Karenanya individu harus memperluas ruang publik liberal, sehingga kita dapat mengatakan bahwa kita adalah individu bebas yang bertanggung jawab untuk tubuh dan seksualitas kita sendiri.

Rocky juga menggaris bawahi bahwa tubuh dan seksualitas adalah milik pribadi dan alami, tapi mereka dikendalikan oleh alat sosial seperti nilai-nilai politik dan moral, yang menempatkan beban pada kebebasan individu.

Sementara itu, Zoya Amirin, mengatakan bahwa mengekspresikan seksualitas tidak selalu berarti melakukan hubungan seksual. Mengenakan jilbab adalah contoh bagaimana perempuan mengekspresikan seksualitas mereka. Dia mengungkapkan kekecewaannya dalam kasus pelecehan seksual, di mana wanita bisa disalahkan untuk memprovokasi serangan, menambahkan bahwa wanita di Indonesia diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

“Kapan kita kehilangan kontrol atas tubuh kita sendiri?”, tanyanya

“Saat kita membiarkan orang lain mengambilnya, (seenaknya) menentukan apa yang dirasa baik untuk kita. Menghakimi dan mengontrol dengan ketat. Jangan ijinkan orang lain untuk mengambil kontrol, sebab tubuh adalah milik kita sendiri. Jadilah seseorang yang bertanggung jawab atas tubuh yang dimiliki. Dengarkan apa kata tubuh dan pikiranmu. Take ownership of your body!“, lanjut Zoya bersemangat.

Seminar berlangsung seru, diselingi humor yang mengajak semua peserta seminar untuk berpikir. Isu kepemilikan tubuh dan bagaimana seseorang mengekpresikan dirinya bahkan tanpa individu tersebut sadari menjadi garis besar perbincangan seminar yang dihadiri oleh 197 orang itu. Ruangan yang penuh hingga peserta harus duduk di anak tangga ternyata tidak menyurutkan semangat peserta untuk mengikuti seminar hingga akhir.

Moderator pun menutup seminar dengan pernyataan yang manis dan tegas:

“Manusia memiliki pilihan, oleh karena itu jadilah bebas. Tubuh adalah milik kita, jadi hargailah.”(Budi Larasati)