Search
Close this search box.
Aktivis AMAN Dwi Ruby Khofifah, Deputi PUG Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Heru Prasetyo Kasidi, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan Desti Murdijana membahas masalah kesetaraan gender di Indonesia dalam konferensi pers di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, pada Rabu (12/11). (CNN Indonesia/ Hanna Samosir)
Aktivis AMAN Dwi Ruby Khofifah, Deputi PUG Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Heru Prasetyo Kasidi, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan Desti Murdijana membahas masalah kesetaraan gender di Indonesia dalam konferensi pers di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, pada Rabu (12/11). (CNN Indonesia/ Hanna Samosir)

Suarakita.org- Aktivis Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).

Kelompok tersebut dianggap masih termarjinalkan dalam masyarakat selama ini.

“Mereka mendapatkan terlalu banyak stigma dari masyarakat. Kalau mau cerita dan jujur ke keluarga malah jadi korban untuk kedua kalinya,” kata wakil ketua Komnas Perempuan Desti Murdijana pada jumpa pers persiapan di Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rabu (12/11).

Jumpa pers tersebut diadakan dalam rangka persiapan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (lsm) untuk menghandiri Konferensi Tingkat Regional Asia Pasifik di The United Nation (UN) Centre yang akan diadakan di Bangkok pada 17 hingga 20 November ini.

Konferensi yang bertajuk The Asian Pacific Conference on Gender Equality and Women’s Empowerment tersebut akan membahas laporan-laporan negara di kawasan Asia Pasifik tentang implementasi Deklarasi Beijing dan Aksi Beijing selama 20 tahun ini.

Desti mengatakan kelompok homoseksual juga seringkali mendapat cemohan dari keluarga. Salah satunya yang diskriminatif seperti pendapat mesti diperkosa oleh lawan jenis agar kembali menjadi heteroseksual.

“Cara-cara seperti ini bisa membuat korban menjadi korban untuk kedua kalinya,” kata dia.

Persoalan LGBT yang masih termarjinalkan di kalangan masyarakat akan dibawa oleh para aktivis ke dalam konferensi kesetaraan gender internasional tersebut. Dia berharap dengan cara itu pemerintah nantinya akan lebih memberikan ruang bagi kelompok LGBT.

“Teman-teman LGBT itu butuh teman dan kekuatan bahwa cerita mereka itu penting. Isu mengenai beberapa kelompok marjinal harus diangkat,” kata Desti.

Selain membahas persoalan LGBT, para aktivis juga rencananya akan membahas sejumlah persoalan lain seperti angka kematian ibu yang melonjak tahun demi tahunnya.

Menurut data yang dilansir oleh Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2012, Angka Kematian Ibu melonjak menjadi 359 per 100 ribu kelahiran. Padahal, data 1997 menunjukkan angka kematian ibu mencapai 228 per 100 ribu kelahiran.

Hal tersebut, kata Desti, menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara Asia paling miskin seperti Timor Leste, Myanmar dan Bangladesh.

“Angka kematian ibu menjadi tinggi karena layanan publik dari pemerintah sangat minim,” kata Desti.

Tak hanya pelayanan publik yang minim, persoalan rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi ibu hamil dia nilai sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian ibu.

Sementara itu, perwakilan dari Asian Muslim Action Network (AMAN), Dwi Ruby Khofifah mengatakan akan membahas persoalan pendidikan kesetaraan gender dalam konferensi selain mengangkat masalah LGBT dan angka kematian ibu.

“Memberikan penjelasan mengenai pendidikan kesetaraan gender sulit sekali. Dalam birokrasi, banyak orang tidak percaya dengan kami dan mengaitkan pemahaman tersebut dengan agama,” kata dia.

Sumber: CNN Indonesia