Search
Close this search box.
Prajurit Kelas Satu Angkatan Darat AS Bradley Manning di luar gedung pengadilian militer di Fort Meade, Maryland, Juli 2013. (Foto: Dok)
Prajurit Kelas Satu Angkatan Darat AS Bradley Manning di luar gedung pengadilian militer di Fort Meade, Maryland, Juli 2013. (Foto: Dok)

Suarakita.org- Meski penerimaan terhadap orang-orang transgender meningkat, masih ada pertanyaan muncul seputar mereka dari masyarakat.

Prajurit Kelas Satu Bradley Manning, yang baru saja mendapat hukuman 35 tahun dalam pejara militer karena membocorkan dokumen-dokumen rahasia, telah mengumumkan bahwa ia adalah seorang perempuan, meski tubuhnya secara fisik adalah laki-laki.

Manning tidak sendiri. Ratusan ribu orang di seluruh dunia menganggap diri mereka “transgender,” yang berarti gender berdasarkan pengalaman berbeda dari jenis kelamin mereka secara biologis.

Pengakuan Manning telah menarik perhatian baru terhadap istilah “transgender.” Kelly Wise, ahli dan terapis seksualitas manusia, mengatakan bahwa secara umum, hal itu berarti seseorang yang kesulitan menghadapi tubuh yang mereka terima sejak lahir.

“Mereka tidak merasa terhubung dengan tubuh mereka, mereka merasa selaras dengan gender lain. Dan hal ini biasanya terjadi pada awal kehidupan mereka, ketika seseorang merasa tidak pas dengan tubuh mereka,” ujarnya.

Wise mengatakan jenis kelamin adalah pria atau wanita, sementara gender adalah garis yang terbentang antara apa yang disebut masyarakat sebagai “maskulin” dan “feminin.”

“Kelamin sebenarnya biologi tubuh Anda, kromosom-kromosom Anda, alat vital Anda,” ujarnya.

“Dan gender adalah sesuatu yang dibangun secara sosial — warna merah muda untuk anak perempuan, biru untuk anak laki-laki, dan ide bahwa anak laki-laki akan suka sepakbola dan anak perempuan akan menjadi balerina. Hal-hal tersebut tidak sejajar dengan jenis kelamin Anda.”

Dan hal itu, menurut Wise, seringkali menyebabkan rasa sakit yang dalam.

“Orang-orang, pada umumnya, ketika datang kepada saya, mengatakan bahwa mereka menghindari isu tersebut seumur hidup mereka dan mereka menyadari bahwa apa pun yang mereka lakukan, hal itu tidak hilang. Itu akan terus datang. Dan biasanya mereka mengalami tahun-tahun penuh depresi dan kegelisahan.. Bahwa ada konsep tidak merasa pas dengan tubuh sendiri,” ujarnya.

Laura Jacobs, 44, mulai melakukan terapi hormonal lebih dari 10 tahun yang lalu untuk membuat tubuhnya secara fisik menjadi perempuan.

Saat ini, Jacobs adalah psikoterapis di New York yang membantu orang lain membuat transisi seperti yang ia alami. Ia mengatakan menjadi transgender sekarang lebih mudah dibandingkan dulu.

“Dulu saya tidak dapat memperkirakan akan ada perubahan bahkan dalam dua tahun terakhir saja. Apalagi dalam kehidupan personal saya.. Saya memiliki klien berumur 15, 16 atau bahkan 50an dan 60an yang dapat keluar dari situasi mereka dan mendapat berbagai bentuk dukungan dari keluarga, temah, komunitas dan sekolah mereka,” ujar Jacobs.

Menurutnya, jalan yang ia tempuh terkadang berat, dan sampai sekarang masih tidak selalu mudah.

“Dan ada banyak sekali jalan dalam hidup saya yang barangkali membuat segalanya lebih mudah jika saya tidak memutuskan menjalani ini. Namun akhirnya saya melakukannya dan merasa bahagia karenanya. Ini memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi dan menjalani hidup dengan cara-cara yang tidak pernah dapat saya lakukan sebelumnya,” ujarnya.

Meski penerimaan terhadap orang-orang transgender meningkat, banyak pertanyaan muncul untuk mereka dan masyarakat, paling tidak di Amerika: Apakah terapi hormonal atau operasi perubahan kelamin merupakan prosedur kosmetik, pilihan gaya hidup atau kebutuhan medis? Perlindungan medis apa yang tersedia, dan bagaimana lembaga-lembaga publik seperti sekolah dan penjara seharusnya mengakomodasi orang transgender? Ini sebuah isu yang akan dihadapi Manning dan penghuni penjara segera.

Sumber : VOA