Search
Close this search box.
Ilustrasi : thebody.com
Ilustrasi : thebody.com

Ourvoice.or.id- Penanganan HIV/AIDS terhambat stigma negatif yang berkembang di masyarakat. Kampanye pencegahan penularan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom, misalnya, disalahartikan sebagai ajakan melakukan seks bebas.

”Masih ada anggapan bahwa mengampanyekan pemakaian kondom berarti melegalkan seks sebelum menikah. Padahal, bukan begitu maksudnya,” kata pendiri Yayasan AIDS Indonesia Sarlito W Sarwono dalam diskusi ”Anak Muda Peduli HIV/AIDS”, di Jakarta, Sabtu (20/7).

HIV merupakan virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Adapun AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang mematikan akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. HIV bisa menular melalui hubungan seksual, transfusi darah, pemakaian narkoba melalui jarum suntik, atau melalui air susu ibu. Pemakaian kondom merupakan salah satu cara mencegah penularan.

Sarlito mengatakan, kondom merupakan alat kesehatan, bukan alat agama. Pemakaian kondom bertujuan agar seseorang tidak tertular HIV/AIDS dan penyakit seksual lain, bukan membenarkan hubungan seksual pranikah secara moral. ”Dari sisi agama, seks pranikah tetap dosa. Pemakaian kondom tidak mengubah hal itu,” katanya.

Menurut dia, hubungan seksual idealnya dilakukan setelah menikah dan tidak dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Namun, bagi mereka yang tetap nekat berganti-ganti pasangan seksual, pemakaian kondom dianjurkan supaya tidak tertular penyakit seksual.

”Untuk para pekerja seks komersial, pemakaian kondom seharusnya diwajibkan supaya penularan HIV/AIDS bisa dikendalikan. Di Thailand, hal itu sudah dilakukan,” ujar Sarlito.

Selain pemakaian kondom, pendidikan seks kepada remaja juga sering ditentang. Alasannya, hal itu membuat remaja tertarik melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. ”Padahal, pendidikan seksual justru penting supaya remaja tidak melakukan praktik seksual salah,” katanya.

Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace Siti Musdah Mulia mengatakan, pengidap HIV/AIDS sering mendapat stigma sebagai orang yang tidak taat beragama. Padahal, dalam banyak kasus, penularan HIV/AIDS tidak terkait dengan ketaatan beragama.

”Saya beberapa kali bertemu muslimah yang taat, tetapi terkena HIV karena tertular oleh suaminya yang suka gonta-ganti pasangan seksual. Jadi, bukan salah perempuan,” kata Musdah. Dia menegaskan, pandangan negatif itu harus dihilangkan supaya penanganan dan pencegahan HIV/AIDS lebih optimal.
Anak muda

Menurut None DKI Jakarta 2012 Afiffa Mardhotillah, anak-anak muda harus berpartisipasi aktif menghapus pandangan negatif tentang pengidap HIV/AIDS. ”Sebagai pencipta tren, anak muda mempunyai peran besar dalam memberikan informasi yang benar tentang penyakit tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, anak muda rentan tertular HIV/AIDS. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, para pengidap HIV/AIDS terbanyak berusia 20-29 tahun. Dari 43.347 pengidap AIDS sampai Maret 2013, sebanyak 35 persen atau 15.213 orang berusia 20-29 tahun. (K02)

Sumber : Kompas.com