Ourvoice.or.id – Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia semakin memprihatinkan.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan Rabu (20/3) bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia semakin memprihatinkan, dengan kasus mulai dari kekerasan fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak hingga kekerasan seksual.
Ia mendesak seluruh pihak bekerja sama berupaya menekan angka tindak kekerasan.
“Saya menyampaikan terima kasih bahwa rekan-rekan media yang bekerja sesuai dengan porsinya dengan memberikan informasi banyaknya kekerasan terutama kepada anak. Selama ini anak memang tidak menjadi perhatian, baru mungkin 5-6 tahun terakhir ini yang anak betul-betul menjadi perhatian,” ujarnya.
“Terutama di awal-awal 2013 ini kita sangat prihatin ya, kita mengutuk segala kejadian-kejadian yang menimpa anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki. Begitu rendahnya moral muncul ditengah-tengah masyarakat.”
Linda menambahkan, penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak juga harus dilakukan melalui perbaikan hukum yaitu merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
”KUHP adalah salah satu hal pokok yang harus kita dorong bersama agar segera bisa direvisi. Itu masih produk zaman Belanda, sementara sekarang ini masalah-masalah, tuntutan-tuntutannya itu sudah berubah, keadaan, keinginan masyarakat, tatanan masyarakat juga sudah berubah,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Margaretha Hanita mengatakan data tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat setiap tahun.
Kasus yang ditangani lembaganya terus naik dari 935 pada 2010 menjadi 1.381 pada 2011, dan 1.429 pada 2012. Dari jumlah kasus yang ditangani, ujarnya, 74 persen adalah kasus terkait perempuan dan 26 persen anak-anak.
“Yang paling memprihatinkan adalah 30 persen kasus anak ini adalah persetubuhan, melibatkan korban anak perempuan antara 12 sampai 18 tahun,” ujar Margaretha.
Ia menambahkan, lembaganya juga akan terus menigkatkan kerja sama dengan kepolisian karena kasus yang ditangani juga butuh bantuan polisi.
“SKB (surat keputusan bersama) dengan Polri pada 2006 telah kami tindaklanjuti MoU (nota kesepakatan) dengan Polda Metro Jaya. Kasus-kasus ini tidak mudah sehingga hampir semua kasus kami ditangani melalui polisi, baru kemudian dirujuk ke kami,” ujarnya.
Sumber : VOA