Ourvoice.or.id. Peneliti dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia Rus’an Nasruddin dalam peluncuran hasil penelitiannya di Hotel Cemara, Selasa (26/2) mengatakan konsumsi rokok cenderung dapat menurunkan kualitas hidup rumah tangga miskin, karena anggota keluarga yang merokok mengorbankan beberapa pengeluaran esensialnya seperti makanan pokok, kesehatan dan tempat tinggal.
Menurut Rus’an, pengeluaran untuk rokok bagi rumah tangga miskin nilainya relatif setara dengan pengeluaran mereka untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan bahkan lebih tinggi dari pengeluaran untuk sumber protein bagi keluarganya seperti daging, ikan, telur dan susu.
Menurut Rus’an, hasil uji regresi tentang faktor penentu keputusan individu untuk merokok memperlihatkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan anak-anak dari rumah tangga miskin akan memperbesar kemungkinan anak-anak tersebut menjadi perokok di kemudian hari.
Saat ini perokok dari kalangan miskin, lanjut Rus’an, menanggung beban cukai paling besar, relatif terhadap penghasilannya.
Untuk itu, pemerintah harus segera meningkatkan cukai rokok dengan signifikan agar bisa membuat perokok miskin berhenti mengkonsumsi rokok. Dia mengatakan kenaikan cukai ini juga harus dibarengi dengan kebijakan lain terkait pengurangan konsumsi rokok.
“Sebisa mungkin diupayakan kenaikan cukai rokok khususnya agar keluarga miskin untuk berhenti merokok. Jadi kalau tidak maka implikasinya beban itu akan terus ada di pengeluaran mereka tentunya akan menjadi lingkaran setan yang kita khawatirkan,” ujar dosen fakultas ekonomi UI itu.
Selain itu, kenaikan cukai rokok ini akan meningkatkan penerimaan negara sebanyak 0,66 persen hingga 4,21 persen, ujar Rus’an. Selain dampak positif, kenaikan cukai rokok ini juga memberikan dampak negatif terhadap perekonomian tetapi sangat kecil yakni kurang dari 1 persen pada output nasional dan 0,01-0,2 persen pada rumah tangga.
Peneliti dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, mengatakan untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah dapat mengalokasikan peningkatan pengeluarannya melalui sektor infrastruktur dan juga peningkatan dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
“Bahwa ini memang ada dampak negatifnya tetapi dampak negatifnya sangat kecil jauh dibawah satu persen atau 0,03 persen, sehingga itu bisa diintervensi oleh pemerintah. Caranya adalah peningkatan infrastruktur dan pengeluaran untuk belanja publik. Jadi kalau cukai dinaikkan, sebagian dari cukai itu digunakan untuk infrastruktur,” ujarnya.
Sementara itu, Djaka Kusmartata dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyatakan masih akan mengkaji terkait peningkatan cukai rokok tersebut. Dia juga menjelaskan pemerintah pada 2014 nanti akan mulai memberlakukan aturan yang mengatur soal pajak atas rokok untuk daerah.
Daerah, kata Djaka, akan diberikan 10 persen dari cukai rokok yang didapat pemerintah.
“Akan ada pajak rokok yang dibagi ke daerah tetapi diambil langsung dari cukai, jadi 10 persen. Share atas cukai ini sebenarnya makin ke depan makin terdistribusi di daerah, tidak semata-mata di pusat,” ujarnya.
Sumber : voaindonesia