Search
Close this search box.

Ourvoice.or.id. Mereka yang diizinkan membawa anak keluar dari India harus merupakan pasangan heteroseksual yang telah menikah minimum dua tahun.

Bayi yang lahir dari ibu warga India yang rahimnya disewakan oleh warga Australia yang homoseksual atau lajang terancam tidak memiliki status warga negara setelah pemerintah India mengubah peraturannya soal “surrogacy”.

“Surrogacy” adalah istilah yang digunakan bagi seorang wanita yang menyewakan rahimnya dan menyerahkan bayi yang akan dilahirkan kepada keluarga yang telah menyewanya.

Peraturan India soal sewa rahim ini diubah pada akhir tahun lalu, namun baru mulai digalakkan pada bulan Januari, yang melarang pasangan homoseksual dan warga Australia yang masih lajang menggunakan jasa penyewaan rahim dari warga India.

Aturan baru itu mengatur bahwa mereka yang mau melakukan penyewaan rahim harus memberikan visa kesehatan untuk datang ke India untuk mengambil anak mereka. Selain itu, mereka yang diizinkan membawa anak keluar dari India harus merupakan pasangan heteroseksual yang telah menikah paling tidak selama dua tahun.

Pakar hukum sewa rahim, Jenni Millbank, mengatakan perubahan mendadak atas aturan itu dapat menyebabkan orangtua yang sedang menanti bayi mereka lahir akan melanggar hukum India dan juga menyebabkan masalah pada imigrasi Australia.

“Jika mereka [pejabat Australia] menolak memberikan kewarganegaraan secara keturunan, nantinya kita akan menghadapi masalah karena bayi itu nantinya statusnya tidak jelas karena tidak bisa menjadi warga negara India atau Australia. Anak itu juga tidak bisa melakukan perjalanan ke luar wilayah perbatasan India,” kata Millbank.

Dengan penyewaan rahim ilegal yang komersil di Australia, sama seperti negara-negara di Eropa, India menjadi alternatif negara yang kini menjadi populer bagi mereka yang ingin memiliki anak.

Paul Taylor-Burn, calon ayah yang menggunakan penyewaan rahim, pergi ke India pada bulan Juli lalu dengan pasangan prianya untuk menyiapkan prosedur penyewaan rahim. Dia mengatakan, saat itu belum ada larangan dari pemerintah India untuk melakukan penyewaan rahim.

Sehingga, perubahan undang-undang yang dinilai begitu mendadak dapat membuat posisinya menjadi tak pasti bagi calon anak kembarnya nanti.
“Kami tahu bahwa kami tidak memenuhi syarat yang baru itu. Kami tahu kontrak kami telah diteken. Tapi kami tidak tahu apa yang akan terjadi,” katanya.

“Saya pikir kekhawatiran terbesar adalah apa yang akan terjadi saat kami ke sana. Apakah bayi kami itu akan mendapat visa untuk keluar dari India? Apakah ada kemungkinan bayi tersebut nantinya tidak diizinkan untuk dibawa? Apakah kami bisa dibawa ke pengadilan?” katanya.

Undang-undang baru itu mengatur bahwa calon orangtua harus menunjukkan bukti bahwa negara asal mereka akan memberikan kewarganegaraan bagi bayi yang lahir lewat penyewaan rahim.

Kebijakan baru pemerintah India itu diterbitkan menyusul berbagai kasus yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun belakangan mengenai bayi yang berasal dari ibu surrogatedi negara lain luar India. Anak-anak itu terperangkap dalam ketidakjelasan status kewarganegaraan karena negara asal orangtuanya ternyata menolak paspor anak tersebut.

Departemen Imigrasi Australia mengatakan pihaknya mengetahui soal aturan baru India itu dan menyarankan warganya yang terkena imbas untuk mempelajari kemungkinan masalah hukum yang dapat terjadi atas penyewaan rahim di luar negeri.

“Berdasarkan permintaan, pemerintah Australia menyediakan surat standar yang menerangkan hukum penyewaan rahim serta persyaratan paspor dan kewarganegaraan Australia,” kata juru bicara Imigrasi Australia.

Sumber : beritasatu.com