Search
Close this search box.
Massa berkumpul memprotes pelaku kejahatan seksual. Di Korea Selatan, pemerintahnya menerapkan sanksi kebiri kimia bagi para penjahat seksual kambuhan. (foto : Tsering Topgyal/Associated Pres)
Massa berkumpul memprotes pelaku kejahatan seksual. Di Korea Selatan, pemerintahnya menerapkan sanksi kebiri kimia bagi para penjahat seksual kambuhan. (foto : Tsering Topgyal/Associated Pres)

Ourvoice.or.id- Korea Selatan selangkah lebih maju dari India dalam hal mengurangi kejahatan seksual. Kini, Negeri Ginseng itu memperluas cakupan hukuman kebiri kimia bagi penjahat seksual kambuhan.

Sejak Mei 2012, Korea Selatan (Korsel) menerapkan hukuman kebiri dengan zat kimia bagi pelaku kejahatan seksual yang korbannya belum menginjak usia 15 tahun. Kini negara itu merevisi undang-undang tersebut, dan mulai berlaku pada Selasa pekan ini. Di bawah UU baru, pengadilan berhak memerintahkan kebiri kimia bagi para terpidana kejahatan seksual tanpa melihat batasan umur korban jika pelaku terbukti menderita penyimpangan seksual atau berpeluang besar mengulangi kejahatannya. Dalam hal ini, UU tersebut berlaku surut.

Aturan baru itu belum diimplementasikan secara nasional karena Pengadilan Daerah Daejeon bulan lalu meminta Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah UU itu melanggar hak asasi manusia. Selain itu, menurut pengadilan Daejeon, belum ada cukup penelitian mengenai efektivitas sanksi semacam itu.

Hukuman ini berupa pemberian bahan kimia bagi pelaku kejahatan seksual untuk memperlemah produksi hormon testosteron dalam tubuh pelaku. Menurut laporan, bahan kimia yang dibutuhkan bernilai $4.500 atau sekitar Rp44 juta per tahun untuk satu orang. Kebiri kimia telah mulai diterapkan di sejumlah negara seperti Jerman, Swedia, dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.

Sejak Mei lalu, empat orang pedofil Korsel telah diperintahkan menjalani kebiri kimia. Salah satunya, yang memiliki nama belakang Park, sudah mulai mengonsumsi obat-obatan tersebut.

Presiden Korsel Park Geun-hye sebelumnya menjanjikan tindakan keras bagi pelaku kejahatan seksual. Pada kampanye presiden yang berlangsung November tahun lalu, ia berujar bahwa “para pelaku kejahatan seksual, terutama terhadap anak-anak, harus mendapat hukuman berat, termasuk hukuman mati.” Ia juga menekankan kebutuhan merampingkan dan mempersatukan lembaga pemerintah yang relevan.

Pada 27 Februari, Polisi Nasional Korsel meluncurkan tim penyelidikan khusus untuk menangani kejahatan seksual di masing-masing distrik. Tim-tim itu menitikberatkan perhatian pada kejahatan seksual atas anak-anak atau orang-orang cacat.

Bulan lalu, pemerintah Korsel menyatakan akan meningkatkan jumlah anggota kepolisian yang ditugaskan untuk menindak kejahatan seksual menjadi 1.000 petugas dibanding sebelumnya yang berjumlah 350 orang. Pemerintah Park memasukkan kejahatan itu sebagai salah satu dari empat “kejahatan sosial”.

Sumber : indo.wsj.com