Ourvoice.or.id. Menteri Kesehatan Indonesia, Nafsiah Mboy, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia keberatan dengan praktek pengrusakan alat kelamin perempuan atau female genital mutilation (FGM).
Akan tetapi pemerintah Indonesia tidak melarang praktek sunat perempuan selama tidak sampai memotong keseluruhan, dalam pengertian sekedar menoreh saja maupun perlambang lainnya yang tidak mengganggu kesehatan perempuan.
“Kalau memang itu, katakanlah, kewajiban agama, maka Departemen Kesehatan mengharapkan hal itu tidak menyebabkan kerusakan atau kesulitan pada perempuan yang bersangkutan,” tegasnya kepada BBC Indonesia.
Nafsiah Mboy menambahkan bahwa sudah ada peraturan petunjuk dalam sunat perempuan, yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa sunat perempuan tidak boleh dilarang karena tindakan tersebut termasuk hal yang dianjurkan dalam agama Islam.
Sekjen MUI, Ichwan Syam, menegaskan bahwa menjelaskan menurut Islam, khitan perempuan adalah tindakan mulia atau makromah.
Sementara itu Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan berpendapat sunat yang dilakukan terhadap wanita walaupun secara simbolis dengan menyayat atau mengoles kunyit tetap merupakan tindak kekerasan.
Bagaimanapun ia mengatakan bahwa berdasarkan pemantauan di sejumlah daerah di Indonesia, khitan dengan cara mutilasi atau memotong klitoris secara keseluruhan tidak ditemukan.
Apa pendapat Anda dalam hal ini? Apakah hal tersebut sepenuhnya merupakan masalah keyakinan agama semata, tanpa harus perlu dibatasi?
Atau mungkin Anda berada di pihak bahwa bagaimanapun negara harus menjamin sunat perempuan berlangsung dengan aman
Komentar di Facebook
“Baik dikatakan sunat atau budaya, FGM tak lazim dilakukan sebanyak khitan lelaki. Yang ahli FGM pun sangat terbatas, itu pun belum tentu sesuai prosedur medis. Soal FGM berkorelasi dengan libido mungkin perlu diteliti lebih seksama. Di Afrika, FGM dilakukan nyaris merugikan kesehatan perempuan (silahkan cari di internet). Adakah data medis di Indonesia yang memuat signifikansi FGM bagi kesehatan perempuan? Bila tak ada, memang sebaiknya dilarang.” Totet Hadi.
“Saya mendukung para aktivis perempuan yang menghendaki FGM dilarang. Saya membaca laporan jurnal perempuan soal FGM. Fatwa MUI boleh dikomparasikan dengan pendapat ulama lain di luar MUI.” Eeng Suyoto.
“Melangar HM di mana?” Engsun Tasela.
“HAM dijunjung tinggi ya begini, yang akhirnya memberangus hak paling hakiki yaitu hak kebebasan menjalankan keyakinan agama yang berkaitan dengan sunat. Jangan terpengaruh HAM yang mentuhankan hawa nafsu semata dan meminggirkan nilai-nilai keyakinan pihak. Lihatlah akibatnya, Barat sedang menuju kehancurannya dengan mentuhankan HAM dan akibatnya seks bebas di mana-mana, pernikahan gay dan lesbi dilegalkan. Hancur-hancur…” Dzun Nun.
“Pelanggaran hak asasi manusia.” Julian Wallace..
Masalah larang-melarang, silahkan saja mau PBB mau MUI, terserah. Lha yang mau nurut siapa? Merokok haram juga tidak ada yang nurut. PBB melarang khitan perempuan, siapa yang mau nurut?.” Hakiki Akbari.
“Ini berkaitan tentang seberapa kuatnya kita menegakkan hukum Islam padahal kita Muslim terbanyak di dunia. Maju terus, jangan biarkan siapa pun menghalangi dan mengkotak-atik ketentuan dan kewajiban yang sudah ada. Saran saya, semua ulama di Indonesia harus bersatu dan selalu membuat musyawarah mengenai kepentingan orang Islam sebelum hal-hal yang negatif berlaku kepada masyarakat, terutama di perkampungan terpencil. Ini harus senantiasa diperhatikan.” Umair Lubis.
“Himbauan, silahkan. Larangan, jangan. Bebas memilih.” Amrain Syukri.
“Pelanggaran atau tidak itu adalah urusan Departemen Agama. Bukankah hidup beragama untuk saling menghormati. Soal sunat perempuan hanyalah sebagai bukti kita adalah umat yang islah. Mentaati ajaran sunah dan wajib, dalam artian suci dari hadas kecil.” Wasis Ekotis.
Sumber : bbc.co.uk