Prolog
Ada yang bilang cinta itu suci, cinta itu indah, tapi itu kata orang. Bagi saya mencintai itu tidaklah semudah seperti membalikan telor dadar diatas kuali, mencari cinta bagaikan mencari tusuk gigi diatas tumpukan jerami.
—-
Bagi Vicky hari Minggu adalah hari yang paling membosankan, keluar rumah berjalan seorang diri bagaikan alien yang kehilangan ATM dan nyasar ke planet bumi.
Kakinya melangkah, matanya melihat pemandangan orang lalu-lalang keluar masuk pusat perbelanjaan. pikirannya melayang entah kemana dan akibatnya…Brukkk…!!
Seorang perempuan menabrak Vicky yang dari tadi sedang bengong. Minuman kaleng tumpah tepat dibaju Vicky. “Opstt…astaga. Maaf saya nggak sengaja”.
“Gak apa-apa kok, lagian sekarang disini suasana lagi panas, minuman yang kamu tumpahkan membuat aku dingin”, ungkap Vicky yang sebenarnya marah banget. Tapi berhubung yang menjatuhkan keren, Vicky jadi sok coll.
“Mas mulutnya tutup donk, lalet ntar masuk loh..” teguran suara serak-serak basah yang menyebabkan Vicky kembali ke dunia kenyataan.. Oh my Gosh.. apakah aku telah melakukan pelecehan..Vicky memarahi diri sendiri. Matanya dialihkan kearah pemilik suara yang menegur tadi……
“Kamu gak apa-apa?” tegur perempuan yang ada dihadapan Vicky,
Wajah Vicky berubah menjadi merah padam, mereka berdua jadi tontonan orang yang ada disekelilingnya.
“Maaf, saya gak sengaja..” ungkap perempuan tadi dengan merasa bersalah.
“Udah, gak apa-apa kok, cuma lain kali hati-hati ya?” ungkap Vicky sambil tersenyum sambil dengan memamerkan lesung pipit di kedua belah pipinya.
“Kenalin nama gue, Vicky”.
“Gue, Febry”.
“Boleh tau nomer telpon kamu nggak?”, tanya Vicky.
“Ya, itupun kalau kamu mau ngasih, kalo gak juga gpp kok”, lanjut Vicky dengan pede-nya.
*************
Memiliki kekasih hati yang sangat memahami adalah hal yang sangat Febry impikan. Febry tersenyum, tak disangka peristiwa memalukan menjadi takdir terindah buat dirinya. Febry dan Vicky, dua manusia yang sedang jatuh cinta.
Vicky yang baik, Vicky yang penyayang, Vicky yang istimewa. Yup dimata Febry kasih sayang dan perhatian Vicky melebih dari yang pernah dibayangkan.
Senyum lebar masih belum lekang bergelayut di bibir Febry, sambil memeluk bantal berbentuk hati warna merah jambu pemberian Vicky. Tiba-tiba telepon genggam berbunyi tanda sms masuk dan lamunan pun tersentak.
Beibe, i miss you….
Bertambah lebar senyuman Febry membaca pesan yang baru diterimanya. Vicky memang begitu, suka mengirimkannya sms yang romantis
I miss you 2 syg, balas Febry. Dan tak lama kemudian…
Beibe, Vicky sayang banget sama kamu, dan Vicky nggak mau kehilangan kamu beib.
Akupun pun juga sayang kamu, dan nggak mau pisah dari kamu, balas Febry.
Gud nite beib, sweet dream… kiss u 2 the pon…muahhh…:-*. Balas Vicky mengakhiri smsnya.
Hati Febry bertambah berbunga membaca pesan itu…
Gud nite syg…muahhhz 2…
************
Vicky tersenyum gembira, sejak kenal dengan Febry hidupnya yang sepi sedikit terisi. Dikala ujung minggu mereka berdua selalu menghabiskan waktu bersama.
Febri Lovenia, namamu secantik parasmu sayangku. Andai aku mampu mengubah takdir hidupku ini, mungkin tak perlu lagi menunggu terlalu lama menyuntingmu. Vicky berkeluh kesah dalam hati. Kadang-kadang dia murka pada kenyataan hidup, tiap kali kegembiraan datang selalu harus dibayar dengan linangan airmata. Madu yang ditelan tapi empedu yang dirasakan. Harapan begitu berbeda dengan kenyataan.
“Kapan kamu mau berubah? Dan kapan kamu menikah? Usiamu kian hari-kian bertambah, sudah saatnya kau membina rumah tangga. Teman-teman seangkatan kamu sudah punya anak dan mereka terlihat bahagia. Sebelum Ibu menutup mata, Ibu ingin melihat kau menikah,” tegur Ibu Vicky panjang lebar ketika sarapan pagi disuatu hari.
“Ibu, apa yang harus saya rubah? Bukankah Ibu sudah tau dari kecil saya sudah seperti ini. Nggak ada satu orangpun yang ingin terlahir berbeda Bu. Saya mohon tolong jangan bahas tentang pernikahan lagi”.
“Ayah dan Ibu, hanya ingin melihat kau berkeluarga, punya anak, kamu adalah anak satu-satunya dalam keluarga ini yang kelak akan meneruskan garis keturunan,” sambung Ayah Vicky dengan penuh harap.
Vicky menghempaskan keluhan pada dinding hatinya. Terlalu sering dadanya sesak oleh mimpi. Terlalu sering air matanya jatuh karena cinta, hingga ia cukup terbiasa menahan tangis bersama perihnya jiwa.
Sudah 27tahun, jiwanya terperangkap ditubuh yang tak semestinya ia miliki, hingga dilema menjadi sebuah mimpi yang tak pernah berhenti.
**********
“Sayang… ada yang ingin kukatakan padamu,” ungkap Febry sambil memandang Vicky yang terlihat muram tak bersemangat….
“Ada apa?” tanya Vicky dengan wajah cuek.
“Orangtuaku tadi menanyakan tentang hubungan kita yang hampir setahun ini. Mereka berharap kita segera meresmikan hubungan kita didepan penghulu. Dengan ekspresi yang begitu gembira Febry mengungkapkan perasaan bahagianya.
Vicky menelan air ludahnya. Apa? Melamar kamu?…ohhh…my good…
Sepertinya Febry menaruh harapan yang lebih pada hubungan ini. Aku tak sanggup mengecewakan Febry, dia adalah satu-satunya orang yang paling aku sayangi saat ini. Bagaimana mungkin harapannya bisa kukabulkan.Vicky mengeluh gusar, ah…sepertinya aku harus jujur tentang siapa aku sebenarnya.
***********
Kenapa Vicky akhir-akhir ini tampak muram tak bersemangat? Apakah ada kesalahan yang telah kuperbuat? Febry bertanya-tanya dalam hati. Vicky yang kukenal dulu, tidak seperti sekarang. Sungguh jauh berbeda 180 derajat. Vicky yang dulu periang kini sekarang menjadi pendiam, sedikit bicara dan banyak melamun, pesan-pesan romantis tentang cinta dan sayang yang selalu ia kirimkan sebelum tidur tak kuterima lagi. Sungguh membingungkan.
Apakah ada perempuan lain selain aku? ah tidak mungkin, aku yakin hanya aku saja yang Vicky sayangi saat ini. Hati kecilnya coba tenangkan dirinya sendiri. Atau mungkin Vicky sedang ada masalah pekerjaan dikantornya. Tapi, kenapa dia tidak bercerita padaku? Atau mungkin dia tidak mau merepotkan aku.
Sebaiknya aku telpon Vicky, hari ini belum ada kabar darinya. Febry mencoba menelpon berkali-kali tapi tidak diangkat. Malah terdengan kotak suara yang menyarankan agar meninggalkan pesan. Dicobanya sekali lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. “Duhh, kemana sih Vicky. Bikin pusing aja deh,” ungkap Febry dalam hati. Sepertinya aku harus coba menelepon rumahnya.
Ditekannya nomer telepon tersebut, dengan sabar dia menanti telpon diangkat. Kemudian telepon diangkat, terdengar suara perempuan menjawab. Febry berharap suara perempuan itu adalah suara ibunya atau pembantunya. Dia berharap siapapun yang menjawab bisa memberitahu keberadaan Vicky.
“Hallo, Vicky ada Bu?”
“Vicky? Vicky yang mana ya? Dirumah ini tidak ada yang bernama Vicky,” jawab perempuan tesebut.
Febry tersentak, tidak ada orang yang bernama Vicky? Nggak mungkin aku salah nomer, diamatinya sekali lagi nomer telepon yang tertera pada phone booknya….021-7977xxx. Rasanya sama yang seperti yang aku tekan tadi. Febry mengerutkan dahinya.
“Maafkan saya Bu, mungkin saya salah nomer,” ungkap Febry memutuskan telpon.
Duhhh kemana sih Vicky, tidak biasanya dia melakukan ini padaku. Sungguh membuat gelisah hatiku. “Semoga dia baik-baik saja,” ungkap Febry dalam hati.
************
Tepat jam lima sore ketika pulang dari kantor. Vicky berjalan menyusuri trotoar jalanan dengan perlahan.
Satu persatu lampu jalan sudah mulai memantulkan cahaya. Lalu lalang orang yang melintas didepannya tak ia hiraukan, deru mesin kendaraan bermotor dan teriakan kondektur bus seolah seperti nyanyian sumbang pengantar malam.
Sesekali kakinya menendang batu-batu kecil yang terdapat di atas trotoar jalan, hingga kemudian sampailah ia di sebuah jembatan layang. Dipandanginya kemacetan dalam-dalam. Ia bersandar sambil mengusapkan kedua tanganya kewajah hingga keujung rambut.
Sepintar-pintarnya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga baunya. Walaupun aku berusaha sebisaku menyimpan rahasia hidupku, pasti akan terbongkar juga suatu hari nanti. Aku tak mau hidup dalam kebohongan hingga akhir hayatku.
Aku ingin jujur, tapi aku takut kehilangan dia. Aku lelah menjalani perjalanan cintaku yang selalu gagal. Jika akhirnya ada kata berpisah, kenapa kau temukan aku dengan dia tuhan? kenapa? Cobaan apa lagi yang ingin kau berikan pada hambamu ini?
***********
Suatu Malam di Sebuah Restoran.
“Beib… tolong pegang dompetku, aku mau ke toilet sebentar,” pinta Vicky tiba-tiba.
Dengan senang hati Febry menerima pemintaan kekasih hatinya itu. Sambil menunggu Vicky kembali dari toilet, tergerak hati Febry untuk membuka dompet kekasihnya itu.
Senyum merekah ketika melihat foto mereka berdua tersimpan rapi dalam dompet, lega hatinya. Perlahan tangannya membuka isi dompet , tiba-tiba terlihat KTP dengan nama perempuan. Tapi tak dihiraukan, Febri kemudian menemukan foto Vicky ketika usianya belasan tahun.
Huum…kerennya dia, Febry tersenyum melihat foto dalam dompet Vicky. Kemudian rasa penasaran kembali menghantui Febry, perlahan matanya kembali melirik pada nama di KTP. Febry bingung, beberapa kali dia mengucek matanya. Foto di KTP mirip sekali dengan wajah Vicky. Tapi kenapa nama dia Dian Putri Subandono ??? Apakah ini KTP adiknya? Setahuku Vicky anak tunggal. Dahinya mulai berkeringat. Tidak mungkin, ini mustahil ! Febry mencoba menyangkal walaupun hatinya mengatakan ya.
Febry cepat-cepat menyembunyikan raut wajah terkejutnya ketika Vicky menghampirinya. Dan Vicky seperti biasa wajahnya tetap santai.
“Sayang, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Febry tiba-tiba..
“Iya, beib, kamu mau tanya apa?”
Perlahan-lahan Febry mengeluarkan KTP Vicky yang masih di genggamannya. Diberikanya kepada Vicky, dan dilihatnya wajah Vicky berubah pucat.
“Siapa Dian Putri Subandono?” tanya Febry perlahan.
Vicky terdiam. Dia belum siap menghadapi situasi ini. Namun segalanya telah terbongkar.
“Jawablah pertanyaanku? Kenapa kamu diam?” kali ini nada suaranya agak keras.
“Maafkan aku beib, aku tak bermaksud…..” belum sempat dihabiskan bicaranya, Febry sudah bangun dari tempat duduknya.
“Aku benci kamu!!! ” keras suaranya.
“Benci karena merasa dibohongi !!!” Febry lanjut memaki dan bergegas meninggalkan Vicky.
“Beib, kita harus bicara!” teriak Vicky sambil mengejar langkah Febry yang semakin menjauh.
“Apa lagi yang ingin kau jelaskan Vicky ? Ops…Dian Putri Subandono….”
“Beib, maafkan aku,”
Aku minta maaf ,tak ada niatku untuk membohongi mu. Sebenarnya aku ingin mengatakan ini padamu, tapi belum sempat. Sekarang kau sudah tau. siapa aku sebenarnya.
“Oh alasan! Jika aku tadi tidak membuka dompetmu, kau pasti akan terus membohongiku?” ketus Febry.
“Kenapa mesti berbohong? Kamu tahu kan, aku paling tidak suka dengan pembohong?” lanjut Febry.
“Kenapa kau bawa aku kedalam kebohonganmu, kenapa?” bentak Febry
“Tega sekali kamu, sampai hati,” Febry terisak meluahkan kekesalan hatinya yang hancur berkeping-keping.
“Beib…” Vicky mencoba menghampiri Febry,
Melihat amarah dan tangis, jari Vicky mencoba menghapus air mata yang jatuh berlinangan dipipi Febry, namun ditepisnya jemari itu.
“Jangan panggil aku beib! Jika kau jujur dari awal, aku mengkin tak akan sekecewa seperti saat ini,” ungkap Febry dengan nada marah.
“Dengar beib, aku tidak pernah meminta dilahirkan seperti ini. Kamu pikir aku suka dengan keadaanku, kadang-kadang aku merasa sangat tersiksa. Terperangkap dalam tubuh yang semestinya bukan menjadi milikku. Tapi tak ada satu orangpun yang mau memahaminku. Aku bertahan, karena tak ada pilihan. Aku butuh waktu untuk bisa menjelaskan semua ini kepadamu,” jelas Vicky panjang lebar dengan suara rendah.
“Sudahlah, aku tau mau mendengar ocehanmu lagi. Mulai hari ini, aku berharap jangan telpon aku lagi. Anggap kita tak pernah saling kenal, dan tak pernah ada apa-apa. Dan kuharap kau bisa lebih jujur pada dirimu sendiri,” pinta Febry
“Bukankah kita masih bisa berteman? Febry aku sungguh sayang kamu,” dengan lirih Vicky memohon.
“TIDAK… Aku rasa ini yang terbaik untuk kita. Mulai sekarang diantara kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Selamat tinggal Vicky, maafkan aku…” lemah suaranya, selemah aturan langkahnya.
Kalau ini yang Febry mau, aku rela. Asalkan dapat melihat Febry bahagia itu sudah cukup bagiku. “Maafkan aku beib,” bisik hati kecil Vicky.
***********
Febry terus larut dalam tangis. Semenjak pulang tadi, air matanya tak henti-henti mengalir. Pantaslah selama ini aku dengar suara Vicky kadang terdengar lembut seperti suara perempuan. Dan selama ini aku lihat wajah Vicky begitu bersih tanpa jambang dan janggut seperti lelaki pada umumnya. Ya tuhan kenapa baru sekarang kau tunjukan ini padaku.
“Febry Lovenia, hentikan air matamu. Jangan tangisi keadaan, tak ada yang perlu kau sesali. Semua sudah terjadi, sekalipun kau menangis darah, tak akan merubah apapun. Kau harus ingat bahwa disetiap kejadian pasti ada hikmahnya;” bujuk hati kecilnya.
Ya, tak seharusnya aku tenggelam dalam laraku. Baiknya kubiarkan kisahku menjadi lagu sendu yang mengiringi tidur lelapku menuju pagi. Dan ketika pagi tiba aku akan mendapatkan sinar baru yang akan menerangi langkahku.
**********
Suasana hilir-mudik manusia membuatku tak nyaman. Coba bayangkan tiap kali berjalanan pasti bersengolan bahu dengan orang lain. Ingat kau sekarang di mana Febry. Sekarang kau sedang berada di bandar udara dan diakhir minggu pula. Banyak orang yang baru kembali dari liburannya. Semua orang tertumpu disini. Febry tersenyum kecil dengan omelan hatinya sendiri.
Febry mengayunkah langkahnya perlahan sambil mendorong sebuah koper berwarna merah diatas troli. Ia menuju loket pemesanan taksi. Nomor antrian 13 sudah ia dapatkan. Sambil menunggu, hayalannya menarawang jauh mengingat kembali tentang semua peristiwa yang telah terjadi. Ya, sudah hampir satu tahun ia meninggalkan tanah air karena tuntutan pekerjaan ke Australia. ia begitu merindukan makanan Jakarta. Selama di negeri kangguru lidahnya agak sulit beradaptasi dengan makanan disana.
Sedang asik melayangkan hayalan. Tiba-tiba telinga sebelah kirinya mendengar bisikan dari suara yang tidak asing menyapa dengan lembut. “Hai Febry!” Itu adalah suara Vicky, yang sebenarnya dari tadi sudah memperhatikan Febry dari kejauhan. Bahkan sebelum Febry tiba di Jakarta mereka sempat chating melalui facebook dan berjanji akan menjadi sahabat.
Belum sempat membuka pembicaraan, terdengar suara nyaring dari petugas pemesanan taksi. “Nomor 13, taksinya sudah ada bu,”
Dengan dibantu Vicky, Febry pun bergegas menuju taksi. Sebelum meninggalkan Vicky. Febry mengambil sebuah amplop berwarna merah jambu yang isinya surat undangan pernikahan antara Febry dan seorang laki-laki.
**********
Epilog.
Dari kejauhan, Vicky menyaksikan Febry bersanding di pelaminan dengan mengunakan pakaian adat Yogya. Bibir merah bergincu yang dibarengi senyuman, ditebarkan oleh Febry pada setiap tamu yang menghampiri pelaminan, seolah ia lupa bahwa di dalam keriuhan ini ada hati yang telah dilukai.
Aluan gamelan terus mengema mengisi hingga sudut-sudut ruang. Suara sinden yang menambangkan syair lagu tentang petuah dan romantisme kehidupan terdengar begitu puitis, namun menyayat hati bagi Vicky. Perempuan yang Vicky cintai kini sudah menjadi milik orang lain, karena sebuah perjodohan.
“Aku sayang kamu, dan nggak mau berpisah denganmu,” barisan kata yang indah itu masih saja membekas dihati Vicky.
Patah demi patah kata-kata yang pernah Febry ucapkan dulu satu persatu muncul menjadi puluhan belati tajam. Dada seperti robek dengan luka menganga memporakporandakan kalbu hingga mengalirkan darah merah pekat yang tidak terlihat.
“Sungguh aku tak rela menyaksikan dia bersanding dipelaminan itu. Seharusnya dia menjadi milikku,” bisik Vicky dalam hati.
Usah kau siksa hatimu. Pulanglah. Pulanglah obati sendiri luka yang masih berdarah itu. Pandanglah kedepan. Masih banyak pintu-pintu kebahagian yang menanti untuk kau buka. Tenangkan jiwa mu. Segala yang terjadi pasti ada hikmah yang tersembunyi. Kau hanya perlu mencari dan mencari. Kau harus pergi mencari satu cinta yang menjanjikanmu kebahagian. Pergilah. Lepaskan kelukaan itu, usah disimpan terus. Biarkan luka itu berlalu.
Vicky meninggalkan kemeriahan pesta itu. Melangkah jauh, dengan senyuman menatap kedepan.dan berbisik dalam hati “Biarkan aku menyimpan cerita ini sebagai sebuah kenangan dalam hidupku”.
Penulis : Yatna Pelangi/Ourvoice.