Search
Close this search box.

KabarIndonesia – Awal bulan Juni lalu diberitakan di berbagai media terkait rencana Pemkot Tasikmalaya untuk menerapkan Perda Syariah di wilayahnya. Perda No 12 tahun 2009 tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan pada Ajaran Agama Islam dan Norma-norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya tersebut menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Di antaranya oleh aktivis kelompok Setara untuk Demokrasi dan Perdamaian. “Hal ini bertentangan dengan konstitusi dan prinsip negara Indonesia.

Konstitusi mengatakan sumber segala hukum adalah Pancasila…. Jika ada UU dan Perda yang mengacu pada agama tertentu meski [agama itu] mayoritas, jelas bertentangan dengan konstitusi,” kata Bonar Naipospos dari Setara (http://www.bbc.co.uk/6%20Juni%202012).

Perda ini bertujuan mengendalikan : korupsi, perzinahan, homoseksualitas, perdukunan dan premanisme. Media setempat juga memberitakan bahwa Pemkot Tasikmalaya akan membentuk satuan polisi syariah yang bertugas mengawasi dan menindak pelanggaran Perda Syariah termasuk memberi sanksi pada perempuan muslim yang tidak menutup aurat dan berjilbab.

Kecaman datang dari anggota komisi III DPR, Eva K Sundari. Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan, penerapan Perda Syariah berarti antikonstitusi dan diskriminatif. “Mewajibkan perempuan-perempuan memakai kerudung dan membentuk polisi syariah merupakan antikonstitusi dan diskriminatif,” kata anggota Komisi III DPR, Eva K Sundari (Kompas.Com/6 Juni 2012).

Munculnya keinginan untuk menerapkan Perda Syariah sebenarnya tidak hanya datang dari Pemkot Tasikmalaya saja. Berdasarkan data Setara, saat ini di Indonesia terdapat 154 Perda tentang syariah yang tersebar di 76 daerah tingkat dua. Senin (18/6), sejumlah petinggi Pemko Tasikmalaya dipanggil ke gedung Kemendagri khusus membahas mengenai perda tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada Ajaran Islam dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya, itu.

Sayangnya, pertemuan dengan pejabat kemendagri berlangusng tertutup. Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal (Setjen) Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh hanya mengatakan kepada wartawan, bahwa pertemuan ini sifatnya masih pengkajian.

“Masih kita kaji, masih kita kaji lagi perdanya,” kata Zudan Arif Fakhrulloh seusai pertemuan dengan Walikota Tasikmalaya dan jajaran pemkot Tasikmalaya.

Dijelaskan, Zudan Arif, pertemuan ini masih merupakan pertemuan awal dalam rangka mengkaji isi Perda Nomor 12 Tahun 2009. Belum ada kesimpulan apapun yang diambil terkait keberadaan perda tersebut. Termasuk, poin-poin krusial apa saja yang perlu dipertimbangkan untuk direvisi oleh Walikota Tasikmalaya ke depan.

“Belum ada, belum ke sana. Kita kaji dulu, satu perdanya kita kaji serius. Nantilah kita kabari semuanya kalau sudah selesai,” kata Zudan.

Sebelumnya, sejumlah anggota DPR RI mempertanyakan keabsahan Perda Kota Tasikmalaya Nomor 12 Tahun 2009, diantaranya anggota Komisi II DPR, Nurul Arifin dari Fraksi Partai Golkar dan Ketua Komisi III DPR, I Gede Pasek Suardika dari Fraksi Partai Demokrat. Terutama, terkait wacana akan dibentuknya polisi syariah guna menegakkan Perda Nomor 12 Tahun 2009 tersebut.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi juga pernah mengatakan pembentukan polisi syariah tidak bisa dilakukan di daerah. Pasalnya, urusan agama merupakan kewenangan pusat.

“Bidang agama itu kan urusan pusat, daerah tidak bisa membuat perda yang bukan kewenangannya,” katanya.

Polemik penerapan Perda Nomor 12 Tahun 2009 di Kota Tasikmalaya juga ramai diperbincangkan sejak dikeluarkannya Surat Edaran Walikota Tasikmalaya Nomor 061/0659/Org/2010 tertanggal 7 April 2010. Intinya, Walikota menghimbau kepada seluruh pegawai di jajaran Pemkot Tasikmalaya untuk mengenakan pakaian dinas atau pakaian kerja yang sesuai dengan ketentuan Perda Nomor 12 Tahun 2009.

Yakni, wajib berpakaian yang menutupi batasan aurat sesuai dengan ajaran agama Islam. SE ini juga menegaskan bahwa dalam rangka toleransi antarumat beragama, setiap muslim dan pemeluk agama lain berkewajiban untuk saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan norma kesopanan dan adat istiadat masyarakat Kota Tasikmalaya. (sam/JPPN)

sumber : kabarindonesia.com & dakwatuna.com