Search
Close this search box.

Warga Slovenia dijadwalkan memberikan suaranya pada referendum terkait hak-hak kaum gay pada Minggu (25/3) waktu setempat.

Sebanyak 1,7 juta pemilih akan diminta pendapatnya soal hak kelompok LGBT termasuk apakah mereka bisa memiliki hak menikah layaknya pasangan heteroseksual.

Meski referendum siap digelar namun upaya memberikan hak setara untuk kelompok gay ini ditentang keras Gereja Katolik dan kelompok konservatif.

Pada Juni 2011, Parlemen Slovenia meloloskan Undang-undang Keluarga baru namun undang-undang baru ini langsung mendapat tentangan kelompok konservatif.

Dengan didukung Gereja Katolik, kelompok konservatif berhasil mengumpulkan 40.000 tanda tangan untuk memaksakan digelarnya referendum.

Berdasarkan undang-undang baru, pasangan sesame jenis bisa mendaftarkan hubungan mereka sehingga hubungan itu memiliki status hukum yang sama seperti pernikahan pada umumnya.

Yang juga diatur dalam undang-undang itu adalah hal-hal seperti kepemilikan properti, hak waris dan kunjungan keluarga. Satu-satunya yang belum diatur adalah soal mengadopsi anak.

“Hanya dibolehkan salah satu dari pasangan tersebut yang mengadopsi anak bukan sebagai pasangan gay,” demikian bunyi salah satu pasal undang-undang itu.

Meski demikian, bagi kelompok penentang hak-hak kelompok LGBT, undang-undang ini sudah melampaui batas.

Kelompok konservatif menilai dengan mengakui hubungan gay maka itu sama dengan menurunkan arti sebuah keluarga, peran ayah atau ibu serta membuka jalan penjualan anak-anak serta eksploitasi perempuan miskin.

“Undang-undang keluarga ini harus ditolak karena tidak menghormati hak-hak dasar anak-anak,” kata Ketua Kelompok Inisiatif Warga Sipil Pro Hak Keluarga, Ales Primc.

“Tak ada anak-anak yang bisa tumbuh wajar tanpa adanya peran ayah atau ibu,” ujar Primc.

Sementara itu Kardinal Ljubljana Anton Stres menyatakan dukungannya untuk kelompok pimpinan Primc dan para pastor saat memimpin misa mengimbau umatnya untuk datang dan memberi suara di referendum.

“Referendum ini adalah contoh tipikal pertempuran budaya tentang siapa yang harus menentukan takdir manusia,” kata Profesor Vlado Miheljak, pakar prikologi sosial dan politik di Universitas Ljubljana seperti dikutip AFP.

“Itulah sebabnya Gereja Katolik sangat terlibat dalam kampanye ini meski undang-undang itu tidak akan membawa dampak yang terlalu besar,” lanjut Miheljak.

Sebuah jajak pendapat yang dibuat harian Delo akhir pekan lalu menunjukkan 60% warga Slovenia mendukung implementasi undang-undang keluarga yang baru.

Sesuai UUD Slovenia, jika sebuah undang-undang ditolak dalam sebuah referendum maka undang-undang itu tidak akan dibahas lagi di parlemen selama 12 bulan berikutnya.

sumber : http://www.bbc.co.uk